Suatu sore di tengah kota dan terjebak macetnya lalu lintas. Jam tangan menunjukkan pukul 16.20 sore, waktu padat lalu lintas dikarenakan tepat dengan jam pulang kerja warga kantoran. Persimpangan lampu merah ini sangat terkenal di kota ini, rawan macet di jam-jam tertentu. Hujan berdiameter sedang menitik turun, lambat tapi pasti. Aktivitas masih terus berlanjut, tak mempedulikan cuaca yang sedang tidak bersahabat.
Angin kecil berhembus menggoyangkan ranting pohon perlahan. Daun-daun menari indah berdansa dengan alam. Lamunan terhenti ketika mata ini terusik dengan selintas bayangan yang melewati pohon yang dari tadi saya amati. Seorang kakek berjuang dengan usia, mengayuh sepeda tuanya. Beliau berhenti tak jauh dari tempat saya berada. Titik-titik air hujan terlihat jelas di baju lusuh berwarna cerah itu, sama jelasnya dengan urat-urat yang menghiasi tangan kokoh yang menggenggam erat stang sepeda. Seorang pengemis wanita separuh baya yang menggendong anaknya terlihat berjalan menyusuri pengguna jalan sambil menengadahkan wadah plastik berharap ada yang berbagi sedikit rezeki. Pak tua tiba-tiba merogoh kantong celana bahan yang ia kenakan, mengambil sesuatu yang ternyata uang kertas. Ibu pengemis mempunyai insting yang cukup kuat pun segera mendekati pak tua. Uangpun masuk ke dalam wadah plastik itu. Senyum tulus terukir di wajah pak tua. Tanpa sadar sayapun ikut tersenyum. Masih banyak orang baik dan tulus di dunia ini.
Kendaraan sedikit demi sedikit maju, menunggu giliran melewati lampu merah. Mungkin masih dua ronde lampu merah lagi baru saya bisa lewat. Pak tua sudah tidak terlihat, mungkin sudah berada jauh di depan saya, tertutup kendaraan lain. Perhatian saya tersita pada warung gorengan di sebelah kiri saya, tepatnya di trotoar jalan. Warung ini menjual berbagai makanan kecil seperti tempe goreng, mpek-mpek, tahu goreng dan makanan kecil lainnya. Bukan makanan itu yang mengusik saya, tetapi sang penjual yang berusia mungkin sekitar empat puluh tahunan dan saat itu sedang bercengkrama dengan pembelinya yang juga seorang bapak-bapak. Bapak itu berdua dengan anak perempuannya yang berusia sekitar 6 tahun. Entah memang sengaja membeli makanan atau sekalian berteduh karena rintik hujan semakin deras. Terlihat akrab, sepertinya mereka sedang bercanda, membicarakan tentang sesuatu. Tulus. Ya, tawa itu terlihat sangat tulus. Menggugah hati ini untuk ikut merasakan hangatnya suasana. Sekali lagi senyum tersungging di bibirku.
Lampu hijau terlihat menyala di kejauhan, membuat kendaraan mulai melesat maju lagi. Lampu hijau satu kali lagi barulah saya bisa melewati persimpangan ini. Saya sengaja mengambil ponsel dan memutar lagu "what a wonderful world". Dunia itu indah ketika masih ada senyum tulus terukir, seperti senyum di sore itu. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar